Nama Krajan sudah tak asing lagi di telinga masyarakat. Sebab, banyak dusun di sebuah desa, atau lingkungan di sebuah kelurahan, memakai nama Krajan.
Nur Faizin, Kepala Dusun Krajan mengatakan dahulunya Krajan merupakan pusat pemerintahan desa (Kantor Desa), tepatnya di wilayah Jeding, karena Jeding adalah sebuah Kelurahan. Berdasarkan peta blok/persil, di wilayah Blok Jeding terdapat titik lokasi Kantor Desa.
Menurut sejarah, Pada jaman Belanda Kelurahan Desa Panunggalan terbentuk hasil penggabungan dua kelurahan, yaitu Kelurahan Jeding dan Kelurahan Kedungwungu.
Kelurahan Jeding terdiri dari 9 wilayah, yaitu:
1. Krajan Utara (Jeding),
2. Utara Timur (Tonto),
3. Tengah Timur (Jenggotan),
4. Tengah (Randu Rubuh/ Rayung Kusumo),
5. Tengah Selatan (Sompok),
6. Barat (Karanganyar Kauman),
7. Selatan Barat (Wadukan),
8. Karang Turi (Timur Wadukan), dan
9. Selatan Timur (Galan).
Terbukti, dahulu warga luar desa akrab dengan menyebut Jeding jika hendak ke Panunggalan, ke Pasar Desa dan fasilitas umum lainnya.
Sebutan Jeding itu termasyhur karena di lokasi Krajan terdapat sebuah Jeding (Bak Air) Kuno sebagai tempat untuk wudlu di komplek Pondok Pesantren. Jeding kuno ini berada di RT 07 RW 04 yang diperkirakan dibangun di masa kolonial Belanda, sampai sekarang Jeding tersebut masih kokoh dan masih berfungsi.
Menurut penuturan para sesepuh, Pondok Pesantren tersebut dipimpin dan diasuh oleh Almaghfurlah H. Umar (leluhur Kepala Desa Panunggalan, Moch Pujiyanto) dari Jalur Nenek (Eyang Demes, istri Eyang H. Dahlan), dan leluhur Kadus Krajan dari jalur ibu.
Berjalannya waktu, setelah penggabungan Kelurahan Jeding dan Kedungwungu menjadi Desa Panunggalan, wilayah Kelurahan Jeding menjadi Dusun Krajan.
Selain Jeding sebagai benda sejarah yang ada di Dusun Krajan, juga terdapat makam kuno eyang Rahayukusumo yang berada di RT 02 RW 03, serta terdapat petilasan tokoh waliyullah, yaitu Eyang Raden Tumenggung Sosrokusumo yang berada di RT 07 RW 04.